Sabtu, 12 Januari 2013

Korosi dan Pencegahannya | Tips


Korosi atau perkaratan adalah suatu peristiwa kerusakan permukaan pada barang-barang yang terbuat dari logam yang berlangsung dengan sendirinya akibat adanya interaksi antara barang tersebut dengan lingkungan tempatnya berada. Peristiwa ini sangat tidak dikehendaki karena dapat merusak tidak hanya fungsi namun juga penampilan barang. Pengertian korosi yang lebih luas tidak hanya menyangkut masalah perkaratan saja namun juga diartikan sebagai rusaknya bahan/konstruksi logam akibat pengaruh lingkungan. Sering kali pada kondisi lingkungan tertentu konstruksi logam mengalami kerusakan yang sangat parah meski tidak terbentuk karat sedikitpun. Peristiwa ini dapat terjadi pada semua konstruksi logam atau konstruksi yang menggunakan logam seperti gedung, jembatan, tiang pancang, perabot rumah tangga, kendaraan bermotor dan lain sebagainya.
Korosi dapat terjadi dalam berbagai bentuk, mulai dari yang sederhana dan dapat dilihat dengan kasat mata sampai pada bentuk-bentuk yang rumit dan hanya dapat dideteksi dengan suatu peralatan khusus. Meskipun terjadinya korosi merupakan proses alamiah yang berlangsung dengan sendirinya dan tidak dapat dicegah secara mutlak, namun pencegahan dan penanggulangannya tetap diperlukan.
Ditinjau dari segi termodinamika, korosi merupakan proses yang sangat alamiah. Pada dasarnya semua logam tidak stabil. Logam murni cenderung bereaksi dengan lingkungan di mana ia berada dan membentuk senyawa oksida atau karbonat yang lebih stabil. Reaksi tersebut merupakan reaksi elektrokimia di mana terjadi perpindahan elektron. Kecenderungan logam untuk melepaskan elektron berbeda satu sama lain; semakin besar kecenderungan tersebut semakin reaktif logam yang bersangkutan. Sebagai contoh, natrium sangat reaktif terhadap air sedangkan platina tidak. Oleh sebab itu natrium adalah logam yang sangat mudah terkorosi sedangkan platina tidak karena reaktivitasnya yang rendah dan karenanya dikategorikan sebagai logam mulia.
Mekanisme Korosi
Proses korosi dapat terjadi apabila sekurang-kurangnya terdapat sepasang reaksi oksidasi dan reduksi yang berlangsung secara serempak dengan kecepatan reaksi yang sama.
Reaksi Anodik dan Katodik
Reaksi anodik dalam setiap proses korosi merupakan reaksi oksidasi suatu logam menjadi ionnya yang ditandai dengan kenaikan valensi atau pelepasan elektron. Secara umum reaksi anodik dapat dituliskan sebagai berikut:
M → Mn+ + ne-, di mana n adalah jumlah elektron yang dihasilkan dan besarnya sama dengan valensi ion logam yang terkorosi.
Reaksi katodik dalam setiap proses korosi merupakan reaksi reduksi yang ditandai dengan penurunan valensi atau penyerapan elektoron. Ada beberapa reaksi katodik yang berbeda yang sering dijumpai dalam proses korosi logam, yaitu:
Suasana asam:
  • Tanpa oksigen: 2H+ + 2e- → H2 …………………………………………………. (1)
  • Dengan oksigen: 4H+ + O2 + 4e- → 2H2O …………………………………….. (2)
Suasana basa atau netral: 2H2O + O2 + 4e→ 4OH- ………………………………… (3)
Reduksi ion logam:
  • Mn+ + ne- → M ……………………………………………………………………….. (5)
  • Mn+ + e- → M(n-1)+ …………………………………………………………………. (6)
Dari sekian banyak reaksi katodik, yang umum dijumpai adalah reaksi (1), (2) dan (3). Dari sini dapat disimpulkan bahwa peranan air dan oksigen sangat dominan dalam proses korosi.

Jenis-jenis Korosi
Ditinjau dari proses dan produknya korosi dapat dibedakan menjadi beberapa jenis sebagai berikut:
  1. Korosi merata. Merupakan serangan korosi yang terjadi secara merata di seluruh permukaan logam. Korosi ini umumnya terjadi pada permukaan logam yang mempunyai komposisi kimia atau mikro struktur sejenis. Korosi merata merupakan bentuk kerusakan logam yang paling umum dijumpai.
  2. Korosi lubang (pitting). Merupakan serangan korosi yang berbentuk lubang. Biasanya merupakan hasil dari aksi sel korosi autokatalitik setempat sehingga kondisi korosi yang terjadi di dalam lubang cenderung dapat mempercepat proses korosi itu sendiri. Korosi lubang sangat membahayakan karena biasanya hanya berbentuk lubang kecil, bahkan terkadang dari luar terlihat tertutup dan hanya berupa permukaan yang kasar.
  3. Korosi celah (crevice corrosion). Korosi ini umumnya terjadi karena adanya jebakan air atau elektrolit di antara celah, sambungan dan lain sebagainya. Korosi celah ini dapat juga autokatalitik karena hidrolisa ion-ion logam yang terjadi di dalam celah dan juga penimbunan muatan positif larutan di dalam celah.
  4. Korosi galbani (galvanic corrosion). Merupakan serangan korosi yang terjadi apabila dua logam yang berbeda dihubungkan satu sama lain. Logam yang kurang mulia akan bertindak sebagai anoda dan yang lebih mulia sebagai katoda. Kecenderungan terkorosi tergantung pada jenis logam yang berkontak dan luas permukaan daerah anoda dan katodanya.
  5. Korosi selektif. Merupakan serangan korosi yang berseifat selektif. Paduan logam yang terdiri dari unsur-unsur dengan memiliki aktivitas elektrokimia yang jauh berbeda akan mudah terpengaruh oleh korosi selektif.
  6. Korosi antar kristal (inter granular corrosion). Merupakan serangan korosi yang terjadi pada batas kristal (butir) dari suatu logam/paduankarena paduan yang kurang sempurna  (adanya kotoran yang masuk) atau adanya gas hidrogen atau oksigen yang masuk pada batas kristal/butir.
  7. Korosi lelah. Merupakan kegagalan logam akibat aksi gabungan beban dinamik dan lingkungan korosif.
  8. Korosi tegang. Merupakan peretakan logam karena aksi gabungan beban statis dan lingkungan korosif.
  9. Korosi erosi. Merupakan kerusakan logam akibat gabungan aksi lingkungan korosif dengan erosi permukaan logam oleh pergerakan lingkungan fluida yang korosif.
Pengendalian Korosi
Dasar pengendalian korosi secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu:
1. Membuat logam tahan korosi.
Metode ini dimaksudkan untuk memperoleh ketahanan korosi dari logam dalam lingkungan tertentu. Metode ini akan melibatkan ahli metalurgi. Ketahanan korosi dari logam dapat diperoleh karena pada permukaan logam dapat dihindarkan adanya daerah-daerah anodik dan katodik, atau menjadikan permukaan logam tertutup oleh lapisan yang protektif seperti baja tahan karat dan sebagainya. Metode ini akan mengakibatkan harga logam menjadi tinggi.
2. Membuat lingkungan menjadi tidak korosif.
Metode ini umumnya dilakukan dengan menggunakan zat kimia yang ditambahkan ke dalam lingkungan elektrolit. Metode ini cocok untuk lingkungan yang terbatas dan terkontrol. Zat kimia yang ditambahkan dapat mempengaruhi reaksi di anoda, katoda ataupun keduanya, sehingga proses korosi diperlambat. Zat kimia yang ditambahkan disebut sebagai inhibitor.
3. Membalikkan arah korosi.
Tujuan metode ini adalah membalik arus arah korosi sehingga proses korosi logam dikurangi atau bahkan ditiadakan sama sekali. Metode ini umumnya disebut sebagai proteksi katodik, di mana proses korosi dicegah dengan jalan memperlakukan logam yang dilindungi sebagai katoda.
4. Memisahkan logam dari lingkungan.
Metode ini merupakan yang paling populer dan banyak digunakan. Metode ini meliputi pelapisan dengan lapis lindung organik atau anorganik (logam dan bukan logam). Teknik perlindungan dapat dilakukan dengan pengecatan, semprot, lapis listrik, celup dan sebagainya. Untuk proses lapis listrik (elektroplating), logam yang umum digunakan untuk melapis adalah kadmium, krom, tembaga, emas, timah putih, timah hitam, nikel, perak dan seng. Sedangkan untuk paduan antara lain kuningan, perunggu, nikel-besi dan sebagainya. Dilihat dari fungsi proteksinya, jenis logam pelindung dapat dibagi menjadi dua. Golongan pertama adalah logam yang bersifat sacrificial, yaitu logam yang bersifat lebih anodis dari logam yang dilindungi sehingga akan habis terlebih dahulu. Golongan kedua adalah logam yang betul-betul melindungi sehingga bersifat katodis dan mengisolasi permukaan bahan agar terpisah dari lingkungan.